Indonesia diketahui memiliki keragaman jenis buah-buahan dan sayuran
tergolong tertinggi di dunia, namun ironisnya buah-buahan impor termasuk
yang berasal dari negeri subtropis membanjiri pasar domestrik. Di
pasaran lokal buah-buahan yang berasal dari Thailand, Cina, dan
Australia, diantaranya sudah begitu dikenal, sedangkan buah-buahan
tropis asal negeri sendiri tenggelam.
Data Japan Custom menunjukkan pangsa Indonesia sendiri sekitar 4% per
tahunnya dengan impor migas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
non-migas. Pada 2002 tercatat pangsa impor migas Jepang dari Indonesia
mencapai 10,07% sedangkan impor non-migas hanya 2,79%. Namun, sejak 1998
pangsa pasar komoditas non-migas Indonesia terus meningkat dengan
produk yang dominan diantaranya kayu lapis (plywood), tembaga, kertas
dan produk kertas, karet alam, ikan termasuk udang, nikel, kopi, benang
sintetik, dan furnitur.
Tiga komoditas andalan sektor agribisnis yang selama ini menjadi
penyumbang terbesar ekspor non-migas Indonesia ke Jepang adalah karet
alam, udang, dan kopi. Data dari UNSD Comtrade (2006) menunjukkan bahwa
pangsa pasar produk karet alam Indonesia dalam lima tahun terakhir terus
meningkat dari 9,9% pada 2001 menjadi 18,6% pada 2005. Nilai impornya
pun terus meningkat dari USD174 juta pada 2001 menjadi USD597 juta pada
2005. Total nilai impor produk karet alam Jepang pada 2005 mencapai
USD3,2 miliar.
Untuk mendukung pengembangan potensi produk Agrobisnis di Indonesia,
penelitian terhadap buah Indonesia sebenarnya telah lama dilakukan oleh
peneliti di Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor, namun hal
itu dilakukan sendiri-sendiri. Penelitian terpadu, mulai dari
pengembangan bibit hingga teknologi pemasarannya baru dilakukan tahun
1996, yaitu dalam program Riset Unggulan Strategis Nasional (Rusnas)
yang diselenggarakan Kementerian Riset dan Teknologi.
Melihat masalah yang kompleks dan cakupan kegiatan riset yang luas,
menurut Direktur Rusnas Buah Prof Syafrida Manuwoto program ini
memerlukan kurun waktu yang panjang untuk memperoleh hasil yang optimal.
Negara tetangga Malaysia dan Thailand telah menjalani program riset
buah-buahan masing-masing selama 30 dan 40 tahun. Duren Bangkok
diantaranya merupakan produk riset yang lama dari negeri Gajah Putih
ini.
Sementara itu Indonesia dengan empat buah unggulannya menetapkan
jangka waktu riset. Riset manggis memerlukan waktu 15 tahun, sedangkan
lamanya riset nenas dan pisang berkisar 7 – 10 tahun. Pepaya tergolong
cepat dalam pengembangannya hanya 7 tahun. Setelah melalui tahap
pemuliaan, direncanakan tahun depan akan dilepas varietas unggul pepaya
oleh Menteri Pertanian.
Manggis selama ini merupakan komoditas yang buyer market, pihak
pembeli yang mencari. Sejak beberapa tahun terakhir ini manggis memang
merupakan primadona ekpor Indonesia, dengan negara tujuan Thailand,
Singapura, Hongkong atau Cina, dan Jepang. Di negara-negara tersebut
manggis menjadi bagian dari sesaji pada upacara keagamaan.
Harga ekspor manggis di pasar dunia bisa mencapai 8 hingga 10 dollar
AS perkilogram. Namun di tingkat petani harganya hanya Rp 500,-
perkilogram. Penjualan manggis selama ini berdasarkan sortasi, untuk
mendapat ukuran yang seragam. Namun dari hasil panen yang ada hanya
sekitar 5 hingga 10 persen yang memenuhi syarat untuk diekpor.
Pangsa Pasar Agrobisnis
Pangsa pasar dari sayur – sayuran dan buah – buahan adalah
negara-negara yang tidak memilik lahan pertanian yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya seperti Singapura, Jepang, dan
Hongkong. Pasar ini cukup menjanjikan bagi para negara pemasok yang
berada di sekitarnya.
Hongkong merupakan negara kota yang berpenduduk padat. Luas lahan
pertanian di Hongkong hanya 7 % dari luas total, sehingga 75 % kebutuhan
sayuran dan buah harus diimpor. Berdasarkan data Hongkong Export and
Import. Jenis sayuran yang diimpor adalah kentang, tomat, kol, brokoli,
selada, wartel, ketimun, jamur, asparagin dan bayam. Indonesia
berpeluang untuk mengisi pasar sayuran untuk jenis tomat, kubis, dan
wortel. Pemasok sayuran ke Hongkong terbesar adalah Cina karena
merupakan negara yang sangat berdekatan dengan Hongkong dan memiliki
tenaga kerja pertanian yang murah. Tetapi dalam hal ini tidak semua
jenis bahan-bahan pertanian yang diperlukan oleh Hongkong dipasok dari
Cina tetapi beberapa negara lainnya seperti Amerika Serikat, Thailand,
Australia dan Jepang juga memasok kebutuhan sayur-sayuran dan
buah-buahan Hongkong.
Untuk pasar agrobisnis di Jepang, pemerintah telah mengumumkan
Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Indonesia dan Jepang atau dikenal dengan
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) pada 28 November
lalu.
Tapi jika ditelisik lebih mendalam, sektor pertanian Indonesia, dalam
arti luas ( termasuk perikanan dan kehutanan ), berpeluang untuk lebih
berkembang dengan adanya kesepakatan ini. Hal ini dikarenakan Jepang
berjanji untuk memperluas akses produk pertanian dan manufaktur
Indonesia melalui penurunan tarif impor atau bea masuk produk Indonesia
secara bertahap dalam kurun waktu 3 hingga 10 tahun. Sekitar 90% produk
pertanian dan manufaktur Indonesia akan diturunkan tarif impornya, ada
yang langsung menjadi 0% dan ada pula yang bertahap hingga 2016,
meskipun untuk produk-produk yang dianggap sensitif, seperti beras dan
kayu lapis (plywood), tidak tercakup dalam kesepakatan ini; dengan kata
lain produk-produk ini tarif impornya tetap.
Menurut data dari Japan Eksports and Imports, Jepang merupakan negara
pengimpor sayuran segar dan sayuran beku. Impor terbesar sayuran segar
adalah untuk labu kuning, kubis, brokoli dan wartel, sedangkan sayuran
beku yang banyak diimpor adalah kentang, green soybenus, jagung manis
dan bayam.
Sayuran di Singapura memiliki harga yang cukup tinggi mengingat
kelangkaan komoditas ini. Harga sayuran di pasar Singapura saat ini
rata-rata dihargai S$ 1 per kilogramnya. Angka ini menarik bagi negara
tetangganya seperti Indoneasia dan Malaysia yang memiliki lahan
pertanian sehingga bersaing ongkos angkutnya
Dari data statistik pilihan teratas impor sayuran Singapura, terlihat
bahwa mayoritas produk ekspor Indonesia ke Singapura adalah kentang
dengan pangsa pasar 53.3 %, kubis 34.8 % dan tomat 17.6 %. Indonesia
adalah supplier sayuran segar kelima terbesar untuk Singapura setelah
Malaysia, Cina, Australia, dan India.
sumber : bisnisukm