Latar Belakang
PJK adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh. Pasokan zat makanan dan darah ini harus selalu lancar karena jantung bekerja keras tanpa henti. Pembuluh darah koroner lah yang memiliki tugas untuk memasok darah ke jantung (Delmi 2010).
Di Indonesia penyakit ini adalah pembunuh nomor satu dan jumlah kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1992 persentase penderita PJK di Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4% (Delmi 2010).
Meski menjadi pembunuh utama, tetapi masih sedikit sekali orang yang tahu tentang PJK ini. Terutama tentang faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Dalam ilmu epidemiologi, jika faktor risiko suatu penyakit telah diketahui maka akan lebih mudah untuk melakukan tindakan pencegahan. Karena bagaimanapun mencegah lebih baik dari mengobati (Delmi 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya PJK sehingga upaya pencegahan harus bersifat multifaktorial juga. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara mengendalikan faktor-faktor risiko PJK den merupakan hal yang cukup penting pada penanganan PJK. Oleh sebab itu mengenal faktor-faktor risiko sangat penting dalam usaha pencegahan PJK.
Di Indonesia penyakit ini adalah pembunuh nomor satu dan jumlah kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1992 persentase penderita PJK di Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4% (Delmi 2010).
Meski menjadi pembunuh utama, tetapi masih sedikit sekali orang yang tahu tentang PJK ini. Terutama tentang faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Dalam ilmu epidemiologi, jika faktor risiko suatu penyakit telah diketahui maka akan lebih mudah untuk melakukan tindakan pencegahan. Karena bagaimanapun mencegah lebih baik dari mengobati (Delmi 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya PJK sehingga upaya pencegahan harus bersifat multifaktorial juga. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara mengendalikan faktor-faktor risiko PJK den merupakan hal yang cukup penting pada penanganan PJK. Oleh sebab itu mengenal faktor-faktor risiko sangat penting dalam usaha pencegahan PJK.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya adalah:
- Mengetahui pengertian dari penyakit jantung iskemik
- Mengetahui sebab-sebab kematian setelah penyumbatan koroner akut
- Mengetahui faktor pemicu penyakit jantung koroner
- Mengetahui pengobatan penyakit jantung koroner, dan
- Mengetahui rencana tindakan keperawatan
Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit jantung koroner khususnya penyakit jantung iskemik. Informasi tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat dalam membangun perilaku hidup sehat dan pola makan yang benar dengan mengonsumsi makanan yang bergizi dan sehat. Selain itu informasi ini dapat digunakan oleh pihak konsultan gizi sebagai salah satu bahan literatur dalam memberikan informasi mengenai penyakit jantung iskemik.
PEMBAHASAN
Penyakit Jantung Iskemik
Sebab tunggal tersering dari kematian adalah penyakit jantung iskemik, yang disebabkan oleh insufisiensi aliran darah koroner (Guyton & Arthur 1990).
1. Aterosklerosis Sebagai Penyebab Penyakit Jantung Iskemik
Sebab tersering dari berkurangnya aliran darah koroner adalah skelerosis, dimana kolesterol dan lemak secara berangsur-angsur ditumpukkan di bawah lapisan intima pada banyak tempat di dalam arteri. Kemudian daerah penumpukan ini dimasuki oleh jaringan fibrosa, dan mereka juga sering mengalami kalsifikasi. Hasil akhirnya adalah timbulnya “daerah-daerah ateroskelrotik” dan dinding arteri sangat keras, tidakdapat berkonstriksi dan dilatasi.
2. Penyumbatan Koroner Akut
Penyumbatan akut arteri koronaria sering terjadi pada orang yang telah menderita penyakit jantung koroner arterosklerotik yang berat, tetapi hampir tidak pernah pada orang dengan sirkulasi koroner normal. Keadaan ini dapat disebabkan oleh salah satu dari beberapa macam efek, sebagai berikut:
Daerah aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekuan darah setempat, disebut trombus, ynag sebalikya menyumbat arterti tersebut.
Sering suatu arteri nutrisia kecil dekat daerah arterosklerosis pecah dan mengeluarkan darah sehingga mengakibatkan penonjolan. Penonjolan ini dapat menurunkan aliran darah arteri.
Spasme setempat suatu arteri koronaria dapat juga menyebabkan penyumbatan tibatiba.
3. Infark Miokardium
Segera setelah penyumbatan koroner akut, aliran darah berhneti di dalam pembuluhpembuluh koroner di luar penyumbatan tersebtu, kecuali untuk sejumlah kecil aliran kolateral pembuluh-pembuluh sekitar. Daerah otot yang sama sekali tidak mempunyai aliran darah atau alirannya sedemikian kecil sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung dikatakan mengalami infark. Seluruh proses itu disebut suatu infark miokardium.
Otot jantung memerlukan kira-kira 1,3 ml oksigen per 100 gram jaringan otot per 100 gram jaringan otot per menit hanya untuk mempertahankan kehidupannya saja. Oleh karena itu, bila masih ada 10 sampai 15 persen saja dari aliran darah koroner waktu istirahat normal, otot tersebut tidak akan mati. Tetapi, di bagia tengah dari suatu infark yang besar, aliran darah biasanya lebih sedikit sehingga ototnya benar-benar mati (Guyton & Arthur 1990).
4. Infark Miokardium yang Disebabkan oleh Iskemia Miokardium tetapi Tanpa Penyumbatan Koroner
Diduga telah terjadi suatu lingkaran setan, sebagai berikut:
Perfusi koroner dari suatu daerah jantung yang terisolasi menjadi demikian rendah sehingga beberapa otot jantung menjadi tidak berfungsi.
Otot yang tidak berfungsi menyebabkan berkurangnya pompa ventrikel dan berdilatasi dan mencuri aliran darah dari otot sekitar. Sebagai akibatnya, karena kebutuhan oksigen yang lebih besar tetapi penyediaan oksigen yang lebih sedikit, otot sekitar ini juga tidak berfungsi jika ia juga mempunyai aliran darah koroner yang terbatas.
Proses tersebut berlangsung terus sampai semua otot jantung di dalam daerah di mana penyediaan darahnya buruk menjadi tidak berfungsi dan mengalami infark (Guyton & Arthur 1990).
Sebab-Sebab kematian Setelah Penyumbatan Koroner Akut
1. Menurunnya Curah Jantung
Bila beberapa serabut otot jantung tidak berfungsi sama sekali dan serabut-serabut lain terlalu lemah untuk berkontraksi dengan tenaga yang besar, seluruh kemampuan pompa ventrikel yang terkena juga berkurang.
Bila jantung tidak dapat berkontraksi dengan kekuatan cukup untuk memompa darah kedalam percabangan arteri, terjadi kegagalan jantung dan kematian jaringan perifer sebagai akibat iskemia perifer. Keadaan ini disebut syok koroner, syok jantung, atau kegagalan dengan curah jantung rendah (Guyton & Arthur 1990).
2. Pembendungan Darah di Dalam Sistem Vena
Bila jantung tidak memompa darah ke depan, harus ada darah yang terbendung di dalam sistem vena dari sirkualsi paru-paru atau sirkulasi sistemik. Bila bendungan tersebut menjadi sangat hebat, kematian sering disebabkan oleh udem paru-paru atau, kadangkadang oleh gejala-gejala bendungan sistemik.
3. Rupturnya Daerah Infark
Beberapa hari setelah infark yang besar, serabut-serabut otot yang mati mulai mengalami degenerasi, dan otot jantung yang yang mati tersebut menjadi sangat tipis. Jika ini terjadi, tingkat regangan sistolik menjadi makin besar sampai akhirnya jantung tersebut ruptur.
Bila suatu ventrikel ruptur, keluarnya darah ke dalam rongga perikardium cepat menyebabkan timbulnya tamponade jantung, yaitu penekanan jantung dari luar oleh darah yang terkumpul di dalam kavum perikardium. Karena jantung tertekan, darah tidak dapat mengalir ke dalam atrium kanan dengan mudah, dan penderita meninggal karena menurunnya curah jantung dengan tiba-tiba (Guyton & Arthur 1990).
4. Fibrilasi ventrikel setelah infark Miokardium
Kecenderungan terjadinya fibrilasi sangat besar setelah suatu infark yang besar, tetapi kadang-kadang fibrilasi terjadi setelah suatu penyumbatan kecil saja [3]. Paling tidak ada empat macam faktor yang menimbulkan kecenderungan untuk terjadinya fibrilasi jantung (Guyton & Arthur 1990).
Hilangnya penyediaan darah ke otot jantung secara akut menyebabkan keluarnya kalium dengan cepat dari daerah otot yang iskemik.
Iskemia otot menyebabkan suatu “injury current”.
Refleks simpatis yang kuat timbul setelah infark masif, terutama karena jantung tidak memompa volume darah yang memadai ke dalam percabangan arteri.
Infark miokardium sendiri sering menyebabkan ventrikel berdialtasi secara berlebihan.
Faktor Pemicu Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup (Delmi 2010).
Faktor-faktor pemicu serangan jantung adalah antara lain:
- Merokok
- Mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi
- Kurang gerak
- Malas berolahraga
- Stres
- Kurang istirahat
Faktor resiko dari penyakit jantung koroner, seperti hipertensi, dislipidemia, kegagalana toleransi glukosa, dan ketidaknormalan vaskular, ternyata juga telah ada pada anak yang kelebihan berat badan (Delmi 2010).
Rasa Nyeri Pada Penyakit Koroner
Biasanya, orang tidak dapat merasakan jantungnya, tetapi otot jantung iskemik benar-benar menimbulkan perasaan nyeri. Sebab pasti nyeri ini tidak diketahui, tetapi dianggap bahwa iskemia menyebabkan otot melepaskan zat-zat asam seperti asam laktat atau produk-produk lain yang menimbulkan nyeri seperti histamin dan kinin (Guyton & Arthur 1990).
1. Angina Pektoris
Pada kebanyakan orang yang mengalami konstriksi prigresif dari arteri koronarianya, nyeri jantung, yang disebut angina pektoris, mulai timbul bilamana beban terhadap jantung menjadi terlalu besar dibandingkan dengan aliran darah koroner. Nyeri ini biasanya dirasakan di bawah bagian atas sternum dan sering juga dipindahkan ke permukaan tubuh, paling sering ke lengan krir dan bahu kiri tetapi juga seringnnke leher dan wajah atau ke lengan dan bahu sisi yang berlawanan (Guyton & Arthur 1990).
Terdapat 3 tipe angina, yaitu:
Angina stabil, terjadi iskemi otot jantung dan hipoksia yang bersifat sementara yang tidak menimbulkan kerusakan berarti. Arterti koroner mengalami penyempitan akibat ateroskelorosis.
Angina tidak stabil terjadi bahkan saat istirahat, dengan episode-episode yang lebih berat dalam hal frekuensi, keparahan, dan durasi, dibandingkan dengan angina stabil, dan kadang menimbulkan kerusakan otot jantung yang permanen.
Angina variant adalah hipoksia dan iskemi otot jantung akibat vasopasme arteri koroner secara temporer. Vasospasme bisa terjadi di daerah yang aterosklerotik maupun di darah saat arteri koroner yang normal (Anonim 2010).
Bila seseorang terkena serangan angina, pada umumnya ia mempunyai kemungkinan sangat besar untuk mengalami penyumbatan koroner yang akut.
2. Obat Untuk Mengatasi Angina
Angina dapat diobati dengan organik nitrat dan zat pengeblok beta-adrenergik dan khas oleh nyeri sesak berat pada dada. Tujuan utama mencegah dan mengurangi angina adalah untuk membatasi keperluan oksigen jantung sedemikian jumlah persediaan oksigen oleh arteri stenosi dicukupi. Ester nitrat seperti nitrogliserin menurunkan tekanan darah arteri, dan gilirannya, menurunkan kerja ventrikel kiri. Aksinya ditimbulkan oleh kekuatan efek vasodilator dari aksi nitrat langsung pada sistem arteri dan bahkan berkembang lebih besar, pada sistem venus. Hasilnya merupakan penurunan tekanan pengisis jantung dan ukuran ventrikuler dan menurunkan keperluan oksigen, membiarkan sistem koronari memuaskan permintaan oksigen jaringan miokaridal dan mengurangi nyeri angina (Doerge & Robert 1989).
Pengobatan Penyakit Jantung Koroner
1. Modern
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya Penyakit Jantung Koroner antar lain : ECG, Treadmill, Echokardiografi dan Arteriorgrafi Koroner (yang sering dikenal sebagai Kateterisasi) (Rasidin 2010).
Dengan pemeriksaan ECG dapat diketahui kemungkinan adanya kelainan pada jantung Anda dengan tingkat ketepatan 40%. Kemudian bila dianggap perlu, akan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Treadmill Echokardiografi (Rasidin 2010).
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut kemungkinan akan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Arteriografi Koroner (Kateterisasi) yang mempunyai tingkat ketepatan paling tinggi (99 – 100%) untuk memastikan apakah Anda mempunyai Penyakit Jantung koroner (Rasidin 2010).
Kateterisasi Jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup jantung, otot jantung, sserta pembuluh darah jantung termasuk pembuluh darah koroner, terutama untuk mendeteksi adanya pembuluh darah jantung yang tersumbat (Rasidin 2010).
Bila hasil dari film tersebut diketahui adanya penyempitan pembuluh koroner, maka dokter akan memberitahukan tindakan pengobatan selanjutnya apakah cukup dengan obat atau dengan tindakan pelebaran bagian pembuluh darah jantung yang menyempit atau tersumbat dengan menggunakan alat alat tertentu atau ditiup, Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty, di singkat PTCA atau akhir akhir ini disebut Percutaneous Coronary intervention yang disingkat PCI; atau harus dilakukan Operasi Jantung Terbuka (Open Heart Surgery) untuk memasang pembuluh darah baru menggantikan pembuluh darah jantung yang tersumbat Coronary Artery Bypass Surgery disingkat CABG (Rasidin 2010).
Dengan semakin canggihnya peralatan Angiografi dan berkembangnya teknik teknik baru, pada umumnya tindakan kateterisasi secara praktis dianggap tidak ada resiko (Rasidin 2010).
Tindakan “peniupan” atau “balonisasi” atau “Angioplasti” bertujuan untuk melebarkan penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan pembuluh darah jantung. Dengan demikian penyempitan tersebut menjadi terbuka (Rasidin 2010).
Untuk menyempurnakan hasil peniupan ini, kadang – kadang diperlukan tindakan lain yang dilakukan dalam waktu yang sama, seperti pemasangan ring atau cincin penyanggah (Stent), pengeboran kerak di dalam pembuluh darah (Rotablation) atau pengerokan kerak pembuluh darah (Directional Atherectomy) (Rasidin 2010).
2. Tradisional
Berikut resep tradisional racikan dari Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma:
1-3 buah mengkudu/pace/noni yang matang di cuci dan dipotong-potong, kemudian diblender dengan air secukupnya dan direbus hingga mendidih. Tambahkan madu secukupnya, lalu diminum.
2-3 buah mengkudu/pace/noni yang matang dicuci bersih dan dipotong-potong + 10 butir angco, dibuang bijinya. Semua bahan diblender dengan air secukupnya, tambahkan 10 gram bubuk umbi daun dewa (thien chi). Aduk rata, lalu diminum.
2 buah mengkudu/pace/noni yang matang, dicuci dan dipotong-potong + 30 gram daun dewa direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc. Saring, tambahkan madu secukupnya. Aduk rata lalu diminum.
Pilih salah satu resep dan lakukan secara teratur. Resep tersebut untuk membantu proses penyembuhan (Delmi 2010).
Pemantauan Penyakit Jantung Koroner dengan Telemetry
Ada kalanya pasien dengan PJK/ACS saat dirawat di rumah sakit cukup memerlukan perawatan di ruang stabil, seperti di ruang rawat medikal/surgikal tanpa harus dirawat secara intensif di CCU. Disini ada satu alat yang digunakan untuk memonitor irama jantung/sinus rytme dan gambaran rekaman EKG jantung pasien yang dikenal dengan nama telemetry (Rasidin 2010).
Alat ini berukuran sebesar ponsel umumnya diletakkan di dada pasien, dan dapat dimasukkan saku dengan tali pengikat yang dikaitkan dengan elektroda (5 – 6 kabel). Telemetry dilekatkan melalui kabel , dengan tempat sama seperti saat meletakkan patch alat monitor jantung. Sehingga meskipun pasien selalu dianjurkan untuk bedrest/tirah baring bagi penderita PJK/ACS, namun dengan telemetry pasien tidak selalu memerlukan cardiac monitor yang statis (Rasidin 2010).
Sehingga jika pasien tersebut ingin ke toilet ataupun melakukan latihan/exercise, pasien dapat selalu termonitor kondisi jantungnya dengan monitor dari ruang telemetry/CCU. Telemetry bersifat portable dan tidak menyakitkan pasien. Namun apabila pasien ingin mandi atau melakukan prosedur khusus (CT, X-ray, Echocardiogram, dsb), maka telemetry perlu dilepas, karena terdapat rangkaian elektrik dan hantaran gelombang suara yang dapat mengganggu pasien (Rasidin 2010).
Telemetry merupakan alat komunikasi wireless (gelombang suara) yang merubah gelombang suara kedalam bentuk data. Prinsip dasar telemetry adalah menangkap parameter dalam frekuensi gelombang, yang kemudian dirubah kedalam data. Setelah itu data ini dapat ditransfer ke media lain, seperti telepon, jaringan komputer atau melalui serat optic (Rasidin 2010).
Alat ini dalam bidang kesehatan dikenal dengan istilah Bio telemetry atau The Wireless Medical Telemetry Service (WMTS), yang umum dimonitor dari ruang CCU (Coronary Care Unit). Telemtery digunakan pada pasien di ruang medikal/penyakit dalam atau surgikal/bedah , untuk merekam abnormalitas irama/denyut jantung. Pasien dipasang telemetry (dengan 5 – 6 kabel patch), yang dapat langsung merekam dan mengintreprestasikan data irama jantung pasien. Alat ini sangat berguna untuk diagnosis awal kondisi patologi jantung oleh dokter dan membantu perawat melihat kondisi penyakit pasien jantung koroner akut atau kritis (Rasidin 2010).
Rencana Tindakan Keperawatan
Sebagai seorang perawat, juga perlu diketahui rencana tindakan apa yang harus dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung koroner, baik itu ketika serangan angina, atau pun setelahnya, yaitu:
- Pantau tanda vital tiap 5 menit selama serangan angina
- Kaji catat respon pasien / efek obat
- Tinggikan kepala tempat tidur bila klien sesak
- Pantau kecepatan irama jantung
- Pertahankan lingkungan tenang, nyaman, batasi pengunjung bila perlu
- Pantau perubahan seri EKG
- Berikan makanan lembut, biarkan klien istirahat selama 1 jam setelah makan.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
- Berikan anti-angina sesuai indikasi (Rasidin 2010)
PENUTUP
Penyakit jantung koroner merupakan kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh arteriosklerosis yang merupakan proses degeneratif meskipun di pengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab penyakit jantung koroner adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke otot jantung.
Salah satu ciri dari penyakit jantung koroner yaitu angina, yang merupakan nyeri yang biasanya dirasakan di bawah bagian atas sternum dan sering juga dipindahkan ke permukaan tubuh, paling sering ke lengan krir dan bahu kiri tetapi juga sering ke leher dan wajah atau ke lengan dan bahu sisi yang berlawanan. Gejala ini sangat perlu diketahui, sehingga deteksi adanya penyakit jantung koroner dapat lebih dini.
Mengingat bahwa penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit yang cukup mematikan, maka, perlu diketahui faktor-faktor penyebabnya, seperti merokok, mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi, kurang gerak, malas berolahraga, stress, dan kurang istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Diktat Farmakologi Keperawatan. Banjarbaru: FK UNLAM.
Delmi RA. 2010. Penyakit jantung koroner. http://www.scribd.com/doc/30488417/ Penyakit-Jantung-Koroner [19 Agustus 2010]
Doerge, Robert F. 1989. Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Guyton, Arthur C. 1990. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 5 Bagian 1. Jakarta: EGC.
Rasidin D. Asuhan keperawatan pada jantung koroner. http://www.scribd.com/doc/ 13417068/Asuhan-Keperawatan-Pada-Jantung-Koroner [18 Agustus 2010]
sumber : medical-wwwmedical.blogspot, lintahindonesia.wordpress.com
baca : tanda-tanda penyakit jantung